Siapakah Bos Slot Di Indonesia
Tampilkan Bahasa Isyarat Saja
Hanya Bisa Download Publikasi
JAKARTA - Siapa orang terkaya di Indonesia? Jawabannya adalah Prajogo Pangestu. Harta kekayaannya mencapai USD54,8 miliar atau setara Rp827 triliun (kurs Rp15.093 per USD).
Prajogo Pangestu mengungguli miliarder lainnya seperti Hartono Bersaudara dan Low Tuck Kwong. Dengan harta mencapai Rp827 triliun, Prajogo Pangestu menjadi orang terkaya di Indonesia dan menduduki peringkat 26 dalam daftar orang terkaya di dunia 2024 versi Forbes.
Melansir Forbes, Rabu (25/9/2024), Prajogo diketahui memulai bisnis kayu pada akhir 1970. Putra dari seorang pedagang karet ini kemudian membangun usahanya Barito Pacific dan melantai di Bursa Efek Indonesia pada 1993.
Dalam pengembangan bisnisnya, pada 2007 Barito mengakuisisi 70% perusahaan petrokimia Chandra Asri yang juga emiten di BEI.
Kemudian pada 2011, Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.
Thaioil mengakuisisi 15% saham Chandra Asri pada Juli 2021.
Setelah melantai di bursa saham. perusahaan tambang batu bara miliknya, Petrindo Jaya Kreasi, pada Maret 2023, Prajogo mencatatkan anak perusahaan energi terbarukan, Barito Renewables Energy, enam bulan kemudian pada Oktober 2023.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
Saat ini harga saham BREN atau Barito Renewables Energy dibanderol Rp6.900-Rp7.000. Pada perdagangan hari ini, harga saham tersebut masih naik turun.
Prajogo Pangestu akrab disapa Phang Djoem Phen, lahir di Sungai Betung, Kalimantan Barat pada tahun 1944. Untuk pendidikannya hanya sampai tingkat sekolah menengah.
Meskipun demikian, pada 1960, tekadnya membawanya merantau ke Jakarta dengan harapan mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik.
Perjalanan ke Jakarta tidak sesuai harapan. Prajogo menghadapi kegagalan dan terpaksa kembali ke kampung halamannya. Tanpa menyerah, ia memilih menjadi sopir angkot untuk mencari nafkah.
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Ingin tahu kisah inspiratif di balik kesuksesan Bitcoin di Indonesia? Oscar Darmawan, sang pelopor, membuka rahasia perjuangannya dalam mempopulerkan mata uang digital ini. Dari warnet menjadi kantor hingga menjadi platform crypto terbesar di Indonesia, simak perjalanan penuh inspirasi Oscar yang mungkin belum kamu ketahui!
Awal Mula Perjuangan Oscar
Oscar Darmawan, putra Semarang yang lahir pada 15 Desember 1985, adalah sosok yang tidak gentar menghadapi skeptisisme publik terhadap Bitcoin.
Lulusan Monash University di bidang Information Technology ini, bersama William Sutanto, mendirikan Bitcoin.co.id pada tahun 2014, yang kemudian bertransformasi menjadi PT Indodax Nasional Indonesia pada tahun 2018. Indodax kini menjadi platform crypto terbesar di Indonesia dengan lebih dari 4 juta pengguna aktif.
Baca Juga: Michael Saylor: Strategi Jual Saham demi Bitcoin yang Makin Menggila!
Mengedukasi masyarakat tentang Bitcoin bukanlah tugas yang mudah, terutama ketika mata uang digital ini masih asing di telinga kebanyakan orang Indonesia. Oscar sering dianggap sebagai pebisnis MLM karena konsep Bitcoin yang sulit dipahami.
Namun, dengan bantuan media lokal dan internasional, ia terus mempromosikan Bitcoin sebagai investasi yang menjanjikan, terutama selama pandemi dengan fluktuasi harga yang menggiurkan.
Video: Inflasi Tingkat Produsen AS Naik 0,4% (mtm)
Kendala dan Kunci Sukses
Dalam perjalanannya, Oscar menghadapi berbagai tantangan, termasuk skeptisisme publik dan kurangnya pemahaman tentang Bitcoin. Namun, ia percaya bahwa Bitcoin adalah investasi yang aman dan stabil, terbukti dengan kenaikan harganya yang mencapai 400% dalam satu tahun.
Keberhasilan ini tidak lepas dari kerja keras, ketekunan, disiplin, dan keyakinan Oscar terhadap nilai Bitcoin. Oscar memulai bisnisnya dari nol, menggunakan warnet sebagai kantor dan bermodal tekad yang kuat.
Ia dan timnya berhasil mengatasi berbagai hambatan, termasuk tantangan dalam menjual produk yang tidak bisa dilihat atau diraba secara fisik. Keyakinan Oscar terhadap potensi Bitcoin menjadi kunci suksesnya dalam membangun platform crypto yang kini dikenal luas di Indonesia.
Kisah Oscar Darmawan mengajarkan kita bahwa dengan kerja keras dan keyakinan yang kuat, tidak ada yang mustahil.
Dari menjalankan bisnis di warnet hingga menjadi pemimpin pasar crypto di Indonesia, Oscar telah membuktikan bahwa Bitcoin bukan hanya sekadar tren, melainkan investasi masa depan yang menjanjikan. Jadilah seperti Oscar, jangan pernah menyerah dan teruslah berinovasi!
Baca Juga: Kejutan di Pasar Keuangan: Prediksi Pemotongan Suku Bunga oleh Ekonom Utama Morgan Stanley!
Ikuti kami di Google News untuk mendapatkan berita-berita terbaru seputar crypto. Nyalakan notifikasi agar tidak ketinggalan beritanya.
*Disclaimer:Konten ini bertujuan memperkaya informasi pembaca. Selalu lakukan riset mandiri dan gunakan uang dingin sebelum berinvestasi. Segala aktivitas jual beli dan investasi aset crypto menjadi tanggung jawab pembaca.
Terjadi kesalahan. Tunggu sebentar dan coba lagi.
Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia Fantasi (Dufan) merupakan tempat rekreasi yang cukup dikenal dan akrab di telinga masyarakat dan merupakan salah satu taman hiburan terbesar di Indonesia. Bahkan, tempat wisata tersebut menjadi icon Jakarta.
Tempat hiburan yang terletak di Jakarta Utara ini kerap disandingkan dengan sosok almarhum Ciputra.
Meski begitu, mungkin masih banyak orang bertanya-tanya tentang kepemilikan taman hiburan yang dibuka sejak 1985 silam ini.
Lantas siapa sebenarnya pemilik taman hiburan Dufan?
Dunia Fantasi dan kawasan Ancol dimiliki oleh PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, perusahaan patungan yang didirikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Ciputra Group melalui PT Pembangunan Jaya.
PT Pembangunan Jaya yang merupakan perusahaan milik Ciputra didirikan pada 3 September 1961, sebagai tindak lanjut amanah Presiden Pertama Republik IndonesiaSoekarno kepada Gubernur Jakarta saat itu,Soemarno, untuk melakukan revitalisasi kota Jakarta.
Dunia Fantasi dan kawasan Ancol dimiliki oleh PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, perusahaan patungan yang didirikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Ciputra Group melalui PT Pembangunan Jaya.
Situs resmi PT Pembangunan Jaya mencatat bahwa visi para pendiri waktu itu adalah melakukan bisnis yang berupa public-private partnership. Ketika diberi kepercayaan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, untuk membangun kawasan Ancol, Ciputra dan Pemprov DKI mendirikan perusahaan patungan bernama PT Pembangunan Jaya Ancol yang kemudian menjadi perusahaan publik pada 2004.
PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) didirikan pada 10 Juli 1992 dan mulai beroperasi secara komersial pada tahun 1996. Sebelum melantai di Bursa Efek Indonesia, PJAA dimiliki oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta (80%) dan PT Pembangunan Jaya (20%). Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan PJAA adalah berusaha dalam bidang pembangunan dan jasa.
Kegiatan utama Jaya Ancol yang dijalankan saat ini adalah berusaha dalam bidang real estat, yaitu pembangunan, penjualan dan penyewaan bangunan dan penjualan tanah kavling (Marina Coast Royal Residence, Marina Coast The Green, Marina Coast The Bukit, De' Cove, Apartemen Northland, Jaya Ancol Seafront, Coasta Villa, Putri Duyung Ancol, Town House Puri Marina Ancol dan Pulau Bidadari); Kawasan Pariwisata (Rekreasi), yaitu mengelola taman dan pantai, Dunia Fantasi (Dufan), Atlantis Water Adventure, Ocean Dream Samudra, Ocean Ecopark, pasar seni, dan dermaga.
Pada 22 Juni 2004, PJAA memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan penawaran umum perdana (IPO) saham PJAA kepada masyarakat sebanyak 80.000.000 dengan nilai nominal Rp 500 per saham dengan harga penawaran Rp 1.025 per saham. Dalam penawaran perdana tersebut PJAA mampu mengumpulkan dana Rp 34,37 miliar dari masyarakat.
Hingga saat ini kepemilikan Dufan masih dikendalikan oleh Pemprov DKI Jakarta melalui kepemilikan sebesar 72% di PJAA, PT Pembangunan Jaya juga merupakan pengendali dan masih memegang saham PJAA sebesar 18,01%. Sedangkan sisanya dimiliki oleh investor lain sebesar 9,99%.
Mengutip data Refinitiv, termasuk dalam investor lain tersebut adalah Trisna Muliadi yang merupakan komisaris perusahaan dengan kepemilikan 1,71% saham di PJAA. Selanjutnya terdapat Dana Pensiun Waligereja Indonesia sebesar 0,63%, pengelola dana abadi Norwegia yakni Norges Bank Investment Management (NBIM) sebesar 0,58%.
Kemudian ada nama investor yang berdomisili di Belanda Guangqiang Chen (0,57%), PT Minna Padi Aset Manajemen (0,53%), PT Hasjrat Abadi (0,32%) dan Jonni Amin (0,29%).
Pemerintah Daerah DKI Jakarta juga diketahui menjadi pemegang saham di beberapa perusahaan lain, termasuk di antaranya Delta Djakarta (DLTA) dan Pakuan (UANG). Selanjutnya dari 18 perusahaan yang memiliki afiliasi atau merupakan anak usaha, ada nama besar lainnya termasuk PT Bank DKI dan PT Mass Rapid Transit Jakarta.
Sementara itu, data Refinitiv menyebut PT Pembangunan Jaya yang semula bernama PT Pembangunan Ibukota Jakarta Raya memiliki afiliasi dan sejumlah anak perusahaan dengan total gabungan keduanya mencapai 58 perusahaan.
Selain di PJAA, PT Pembangunan Jaya merupakan pemegang saham mayoritas dan pengendali di Jaya Real Properti (JRPT) dan Jaya Konstruksi Mandala Pratama (JKON). Selain itu PT Pembangunan Jaya juga memiliki kepemilikan minoritas di Bumi Serpong Damai (BSDE).
Trisna Muliadi yang merupakan Komisaris PJAA juga menjabat sebagai Presiden Direktur PT Pembangunan Jaya. Candra Ciputra yang merupakan Dirut Ciputra Development (CTRA) tercatat sebagai komisaris utama, sedangkan mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo merupakan salah satu komisaris perusahaan.
Saksikan video di bawah ini: